Budaya kekerasan dalam dunia sepakbola sering diidentikkan dengan kerusuhan antar suporter maupun perkelahian antar pemain dan ofisial tim. Pandangan tersebut tidaklah salah hanya saja tidak selamanya sepakbola itu selalu penuh dengan kekerasan meskipun sepakbola itu sendiri adalah olahraga yang keras.
Kekerasan dalam sepakbola tersebut merupakan evolusi dari budaya Ultras dan hooliganisme yang saat ini telah berkembang ke seluruh penjuru dunia. Hooliganisme tidak hanya mendorong kekerasan di dalam stadion tetapi juga menyebarkan benih-benih kekerasan di luar stadion. SEPAK BOLA Italia menyimpan cerita kelam. Di sana sering kali muncul kericuhan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Berikut kekerasan yang pernah terjadi.
Oktober 1979
Seorang fans Lazio bernama Vincenzo Paparelli meninggal sesudah dilempari bom api dalam derby melawan AS Roma.
Maret 1982
Tifosi AS Roma, Andrea Vitone tewas karena Romanisti lainnya membakar kereta yang membawa supporter mereka. Romanisiti melakukannya karena kesal timnya kalah dengan Bologna.
Oktober 1988
Pecah kerusuhan antara suporter Inter Milan dengan Ascoli. Nazzareno Filippini, seorang suporter Ascoli tewas delapan hari sesudah bentrokan karena luka-luka yang dideritanya sewaktu diserang pendukung Inter.
Januari 1995
Sebelum pertandingan melawan AC Milan, seorang fans Genoa, Vincenzo Spagnolo tewas tertusuk pisau.
Juni 2001
Partai Catania vs Messina membawa korban. Seorang penonton bernama Antonio Curro mati akibat terkena ledakan bom rakitan.
September 2003
Napoli terpaksa memainkan lima pertandingan tanpa penonton akibat perkelahian yang muncul di lapangan dalam pertandingan melawan Avellino. Dalam insiden itu 30 polisi cedera dan seorang fans bernama Sergio Ercolano tewas terjatuh dari tribun.
Maret 2004
Derby della Capitale lagi-lagi memicu kerusuhan. Suporter Roma turun ke lapangan untuk menemui kapten Francesco Totti agar menghentikan pertandingan. Hal itu dilakukan karena ada rumor polisi membunuh seorang suporter.
September 2004
Pertandingan antara Roma dan Dynamo Kyiv di Liga Champions ditunda karena wasit Anders Frisk terluka akibat terkena korek api yang dilemparkan suporter dari tribun.
April 2005
Kiper Milan, Nelson Dida cedera setelah dilempati kembang api oleh suporter Inter di dalam pertandingan perempat final Liga Champions 2004-05. Pertandingan itu akhirnya dihentikan.
Februari 2007
Seorang polisi bernama Filippo Raciti terbunuh dalam kericuhan antarsuporter Palermo dan Catania
November 2007
Gabriele Sandri, seorang fans Lazio meninggal karena terkena peluru nyasar yang ditembakkan polisi untuk meredakan kerusuhan antara suporter Lazio dengan Juventus.
neh yg udah pada mampir
Jumat, 27 Januari 2012
GAMELLAGIO JIWA CURVA NORD
Sebuah Catatan Panjang Sejarah dan Kejadian Dramatis
Stadio Giuseppe Meazza, San Siro, Milano, 23 April 2011. Menjelang laga Inter vs Lazio di pekan-pekan terakhir yang krusial di Serie A musim 2011/2012. Lazio sedang bersaing keras dengan Udinese untuk mengamankan tempat di UCL dan Inter sedang berjuang keras menghidupkan asa scudetto yang hampir pasti diraih AC Milan. Ketika kedua tim memasuki lapangan, dari salah satu bagian stadion puluhan flare warna biru langit dinyalakan, disusul pekikan ribuan orang: “A Roma Ce Solo Lazio” atau “Di Kota Roma Hanya Ada Lazio”. Kita yang hanya menyaksikan lewat televisi tentu mengira itu adalah ulah suporter Lazio. Sebenarnya bukan, flare dan teriakan itu justru dilakukan dari Curva Nord Stadio GM oleh puluhan ribu Interisti yang tergabung dalam Boys SAN dan beberapa kelompok ultras Inter lainnya. Baru setelah itu dari sisi Irriducibili Lazio dinyalakan flare warna biru gelap (warna Inter) dan para Laziali meneriakkan “Forza Inter Ale”. Itu adalah ritual selamat datang dari Interisti untuk Laziali dan tanda persahabatan Laziali bagi Interisti. Ritual itu sudah berusia lebih dari satu dekade sejak kedua kelompok suporter ultras menjalin gamellaggio (twinning, persaudaraan). Di Stadio Olimpico, ritual dilakukan sebaliknya. Irriducibili Lazio menyalakan flare biru gelap disertai teriakan “Forza Inter Ale” dan dibalas oleh Interisti dengan flare biru langit dan teriakan “A Roma Ce Solo Lazio.”
Mengapa kita bersahabat dengan Lazio? Karena sama-sama menempati Curva Nord? Dan mengapa Lazio berseteru dengan AS Roma? Karena menghuni kota yang sama? Itu memang salah satu alasan tetapi latar belakang sesungguhnya adalah sebuah sejarah panjang dan kompleks, dimulai bahkan dari saat awal eksistensi kedua klub itu.
Takdir Mulai Saat Kelahiran
SS Lazio dibentuk tahun 1900 oleh para politisi dan usahawan berhaluan politik kanan dan anti-Yahudi serta berbasis pendukung kaum terpelajar dan kalangan menengah-atas Roma. Kelompok berhaluan serupa juga lah yang mendirikan Inter saat melepaskan diri dari AC Milan tahun 1908.
Saat diktator fasis Benito Mussolini berkuasa di Italia, dia memerintahkan semua klub di kota Roma di-merger menjadi AS Roma tahun 1927. Semua mematuhi, kecuali SS Lazio yang menentang dan tetap berdiri sendiri. AS Roma dikuasai oleh golongan kiri dan didukung oleh kelas buruh dan masyarakat Yahudi (kelompok serupa yang mendukung AC Milan). Di kota Milan, Mussolini melakukan hal yang sama, dan Inter melakukan penentangan yang sama sehingga sementara harus berganti nama menjadi Ambrosiana Milano. Sejarah awal ini telah menyemai ikatan antara SS Lazio dan Inter serta menempatkan AS Roma dan AC Milan pada pihak yang berseberangan. Lokasi yang sama di Curva Nord (Lazio dan Inter) dan di Curva Sud (AS Roma dan AC Milan) makin mempertajam perbedaan ini. Dan, tentu saja, faktor lokasi di Kota yang sama menjadikan persaingan Lazio-Roma menjadi semakin memanas. Lazio dan pendukungnya merasa sebagai yang pertama di Roma, sedangkan AS Roma menganggap dirinya satu-satunya klub yang menyandang nama kota.
Persaingan ini sedemikian panasnya, sehingga Derby della Capitale (SS Lazio vs AS Roma) dinobatkan sebagai derbi paling panas di Italia bahkan di Eropa, melebihi Derby della Madoninna (Inter vs Milan), Derby Manchester (MU vs Manchester City) bahkan mengungguli El Classico (Barcelona vs Madrid). Kalau Interisti dan Milanisti hanya panas di dunia maya tetapi bersahabat di dunia nyata, Laziali dan Romanisti berseteru dalam arti sebenarnya, di dunia maya maupun di dunia nyata. Hampir tak pernah terjadi Derby della Capitale tanpa kerusuhan. Tercatat beberapa nyawa melayang dan ratusan orang telah terluka karena derbi ini. Derby della Capitale adalah “neraka” sepakbola Italia.
Gamellaggio Lazio-Inter
Persaudaraan ini terjadi sepanjang sejarah. Tak pernah ada catatan insiden antara Laziali dan Interisti. Kesamaan aliran politik dan basis pendukung membuat kedua kelompok suporter ini selalu rukun. Gamellaggio secara formal terjadi saat kedua suporter bertemu dalam final UEFA Cup tahun 1998 di Paris yang dimenangkan Inter dengan 3-0. Sikap ksatria Irriducibili Lazio dan sikap simpatik Boys SAN Inter membuat kedua suporter mendapatkan penghargaan fair play dari UEFA. Dan saat itu tercapailah kesepakatan persaudaraan antara Laziali dan Interisti yang makin menguat hingga hari ini.
Inilah beberapa kejadian unik yang menunjukkan eratnya gamellagio Lazio-Inter:
Nasib Tragis Zaccheroni, 5 Mei 2002
Pada pertandingan giornata 34 musim 2001/2002 tanggal (match terakhir, karena saat itu Serie A hanya berisi 18 tim), terjadi peristiwa yang unik di Stadio Olimpico pada laga Lazio vs Inter. Saat itu Inter di ambang juara karena cukup dengan mengalahkan Lazio maka mereka akan meraih scudetto mengungguli Juventus. Maka Laziali di Stadio Olimpico, dimotori Irriducubili Lazio mendukung Inter habis-habisan dan meminta Lazio kalah, agar yang mendapatkan scudetto Inter, rival Lazio: Juventus. Sayangnya malam itu para punggawa Nerazzurri gagal meraih scudetto yang sudah di depan mata, kalah 2-4 dari Biancoceleste. Dan Juventus merebut scudetto dengan 71 poin, diikuti Roma dengan 70 poin. Inter sendiri di posisi ketiga dengan 69 poin. Akibat kejadian ini, Irriducibili Lazio mendemo manajemen Lazio dan meminta allenatore Lazio, Alberto Zaccheroni dipecat. Zaccheroni pun akhirnya mengundurkan diri. Dia dimusuhi Laziali justru karena timnya memenangkan laga. Ironis, tapi itulah jiwa Irriducibili Lazio: persahabatan dan solidaritas ditempatkan di atas sepak bola itu sendiri.
Stadio Giuseppe Meazza Tanpa Banner dan Flare, 15 November 2007
Empat hari sebelumnya, seorang DJ terkenal di kota Roma, Gabriele Sandri, seorang pendukung ultras Lazio, menjadi korban tak berdosa dalam kerusuhan antara sekelompok suporter anarkis Juventus dan kepolisian kota Roma. Sandri tertembak di bagian belakang kepalanya oleh polisi. Kerusuhan pun meledak, menuntut keadilan. Tidak hanya karena para Laziali menyerang kantor polisi Roma, tapi juga di Milano, oleh Interisti menyerang kantor polisi Milano, menunjukkan solidaritasnya. Untuk menghormati Sandri, Inter menunda sehari pertandingan Inter vs Lazio di Stadio Giuseppe Meazza yang seharusnya digelar 14 November. Saat pertandingan berlangsung, Boys SAN Inter memprakarsai mengheningkan cipta selama 5 menit di stadion untuk menghormati Sandri. Dan malam itu, di Curva Nord Giuseppe Meazza, tempat para Interisti, sama sekali tidak terlihat sepotong pun spanduk, banner ataupun sebuah flare pun yang mereka nyalakan. Kelompok-kelompok ultras Inter hanya membentangkan sebuah spanduk besar dengan tulisan warna biru langit berlatar belakang biru gelap bertuliskan: “Gabriele Sandri, Kau Akan Selalu Berada di Hati Kami”.
Korban Berikutnya, Jersey No 12 SS Lazio, Minggu, 2 Mei 2010
Stadio Olimpico Roma dipenuhi pendukung Lazio dan Inter yang menantikan pertandingan Serie A giornata 36 musim 2009/2010. Pertandingan ini sangat menentukan bagi kedua tim. Bagi inter, memenangi pertandingan ini akan mempermudah meraih Scudetto, dan akan mengambil alih poisisi cappolista dari AS Roma yang sementara unggul 1 poin. Bagi Lazio memenangi pertandingan ini akan lebih mengamankan diri dari kemungkinan degradasi ke Serie B, karena saat itu Lazio berada di posisi 17 dan hanya terpaut 4 poin dari zona merah.
Ritual gamellagio seperti pada pembuka tulisan ini pun dilakukan. Itu hal biasa. Yang luar biasa adalah banyak bendera Inter dan spanduk-spanduk pemberi semangat bagi Inter dikibarkan oleh Irriducibili Lazio. Yang paling mencengangkan tentu saja sebuah spanduk para Laziali yang ditujukkan kepada para pemain Lazio sendiri: “Kalau sampai menit ke 80 Lazio unggul, kami akan masuk ke lapangan!” Spanduk ini disita polisi tak lama kemudian tetapi muncul spanduk-spanduk lain yang tak kalah mengerikan: “Nando (maksudnya Fernando Muslera), biarkan bola melewatimu, dan kami akan tetap menyayangimu.” “Zarate, satu gol saja kau cetak, kami paketkan kau ke Buenos Aires.” Rupa-rupanya para pendukung Lazio ingin agar Inter mengalahkan timnya malam itu, untuk melicinkan jalan Inter menuju scudetto. Mereka lebih memilih risiko Lazio turun ke Serie B daripada Roma yang memperoleh scudetto.
Suasana pertandingan pun menjadi sangat aneh. Lazio sama sekali tidak memperoleh dukungan fans-nya sendiri walaupun bermain di Olimpico. Sebaliknya Inter sebagai tamu justru memperoleh dukungan luar biasa. Setiap kali pemain Inter menguasai bola, para Laziali berteriak, “Biarkan mereka lewat!” Malam itu portiere Lazio, Fernando Muslera, bermain sangat gemilang. Tak kurang dari 10 penyelamatan luar biasa dilakukannya. Tiap kali Muslera menggagalkan gol Inter, teriakan cemoohan pun berkumandang ke arahnya. Akhirnya pada injury time babak pertama, tandukan Walter Samuel mengubah skor menjadi 0-1. Stadion bergelegar dan muncul spanduk ejekan dari Laziali bertuliskan, “Oh, Noooo Roma!” dan, “Scudetto Game Over, Roma!”
Di babak kedua mental pemain Lazio (kecuali Muslera yang tetap bermain gemilang) pun runtuh. Kesalahan demi kesalahan dilakukan dan membuat Thiago Motta menggenapkan kemenangan Inter menjadi 0-2 di menit ke 70. Di akhir pertandingan, para pemain Lazio meninggalkan pertandingan dengan sedih dan marah karena merasa “dihianati” Laziali. Presiden Roma, Rosella Sensi mengecam habis-habisan ulah Laziali tersebut. Jose Mourinho hanya berkomentar pendek, “Saya belum pernah menyaksikan yang seperti ini.” Asisten pelatih Lazio mengakui bahwa anak asuhnya sangat terpengaruh oleh suasana stadion dan tidak bisa menampilkan performa terbaiknya.
Inter akhirnya merebut scudetto 2009/2010 dengan keunggulan 2 poin atas AS Roma. Syukurlah, Lazio mampu memenangi 2 laga sisa, terhindar degradasi dan menempati posisi akhir klasemen di urutan ke 12. Insiden ini membuat presiden Lazio, Claudio Lotito marah besar. Tahun 2003 Lazio memutuskan untuk mengistirahatkan jersey no. 12 sebagai penghormatan pada Irriducibili Lazio sebagai “pemain ke 12″. Tetapi karena kejadian ini (ditambah lagi dengan kehadiran politisi lawan Lotito di tribun Irriducibili Lazio beberapa pertandingan sebelumnya) maka jersey no. 12 ditarik kembali dari peristirahatannya dan pada musim 2010/2011 dipakai oleh portiere kedua Lazio, Tomasso Berni. Musim 2011/2012 jersey no 12 dipakai oleh difensore Marius Stankevicius. Satu bukti lagi, bahwa bagi Irriducibili Lazio, persahabatan dan solidaritas adalah yang terpenting.
Kawan dan Rival Bersama, Bagaimana di Indonesia?
Sejarah telah berbicara, dan akhirnya menempatkan AS Roma, AC Milan dan Juventus sebagai rival bersama Lazio dan Inter. Di Indonesia, gamellagio Lazio-Inter ini masih sangat kurang terasa. Tak jarang Laziali dan Interisti justru terlibat perdebatan panas di berbagai grup dan fanpage. Padahal di Italia, persaudaraan ini demikian erat di dunia maya dan di dunia nyata. Yang telah ada adalah menempatkan AS Roma, AC Milan dan Juventus sebagai rival bersama. Satu keanehan lagi di Indonesia, Milanisti dan Juventini cenderung bersahabat, sementara di Italia, mereka berdua adalah rival.
(Dari berbagai sumber: forum LaCurvaNord, LazioForever, ForzaInterForums, UltrasLazio dan IrriducibiliLazio).
Jumat, 20 Januari 2012
TREBLE WINNER
Treble winner adalah istilah dalam sepakbola untuk menyebut sebuah kesebelasan/klub sepakbola yang berhasil meraih 3 gelar dalam 1 musim kompetisi. Secara umum, liga sepakbola negara-negara Eropa menggelar 2 kompetisi domestik yaitu liga utama dan dan piala utama. Sementara di tingkat kontinental, UEFA punya 2 kompetisi utama, yaitu Liga Champions dan Liga Eropa. Maka kemungkinan 3 gelar yang dimaksud adalah 2 gelar di kompetisi domestik dan 1 gelar di kompetisi Eropa (satu klub cuma bisa ikut serta di 1 kompetisi Eropa dalam 1 musim). Selama sejarahnya, baru 5 klub yang pernah mencatatkan diri sebagai pengoleksi 3 gelar dalam 1 musim, yaitu Glasgow Celtic, Ajax Amsterdam, PSV Eindhoven, Manchester United, dan Barcelona.
Musim kompetisi ini, Inter mencatat sejarah sebagai yang pertama untuk klub sepakbola Italia. Setelah pada tahun 1965 Inter tercatat sebagai tim Italia pertama yang berhasil mempertahankan gelar juara Piala Champions. Malam ini, Inter sekali lagi menjadi tim Italia pertama yang berhasil menjadi treble winner, dengan menjuarai Liga Italia 2009/2010, Piala Italia 2009/2010, dan Liga Champions 2009/2010. Dengan kata lain, musim ini Inter selain raja Italia juga raja Eropa.
Penampilan Inter musim ini tangguh banget di segala lini. Dari kiper, bek, midfilder, dan penyerang semua berperan penting bagi tim untuk keberhasilan ini. Banyak yang bilang — terutama setelah partai semifinal kedua melawan Barcelona — Inter adalah tim yang defensif. Menurut saya, Inter bukan tim yang defensif. Inter di bawah asuhan Jose Mourinho hampir selalu memainkan pola menyerang dengan komposisi 3 penyerang, Diego Militto, Samuel Eto’o dan Goran Pandev atau Mario Balotelli. Pola ini sama dengan pola permainan yang biasa dimainkan Barcelona, tim yang diklaim sebagai tim paling ofensif di dunia.
Kalaupun Inter sering menempatkan nyaris seluruh pemainnya di garis pertahanan saat diserang lawan, itulah kelebihan Inter sebagai tim. Semua pemain dengan semangat untuk tim bersedia mundur ke belakang untuk menjaga pertahanan. Ndak ada pemain yang egois seperti di tim-tim lain. Di Inter, pertahanan adalah tanggung jawab bersama, bukan cuma tanggung jawab bek. Begitu pula saat menyerang. Bek-bek Inter ndak jarang ikut mencetak gol ke gawang lawan. Sekali lagi, ini karena pemain-pemain Inter bermain sebagai tim. Semua merasa bertanggung jawab untuk menjaga pertahanan dan mencetak gol. Terbukti, ndak ada satu kesebelasan pun yang bisa seperti Inter. Tim lain cuma bergantung kepada para defendernya saat bertahan, yang kalau kebobolan maka itu akan menjadi kesalahan para defender saja, dan sebaliknya cuma mengandalkan para penyerang saja dalam mencetak gol. Di Inter, semua pemain adalah defender di saat bertahan, dan secepat kilat menjadi attacker di saat menyerang. Terima kasih terbesar saya kepada Jose Mourinho yang berhasil mengubah Inter menjadi seperti ini.
Sudahlah, orang lain boleh berkata apa saja. Tapi malam ini, Interlah yang berpesta. Inter menang bukan karena bertahan. Inter menang karena mencetak gol lebih banyak dibandingkan lawan-lawannya. Tim yang defensif ndak akan bisa mencetak lebih banyak gol ke gawang lawannya.
Maka, penantian saya sejak tahun 1989 terbayar musim ini. Inter ndak cuma berhak mengklaim diri sebagai juara Liga Champions, tapi juga peraih treble winner! Hormat saya untuk semua klub dan suporter klub yang menjadi lawan Inter musim ini. Sampai bertemu lagi musim depan!
Grazie ragazzi!! Forza Internazionale!!! Io sono Interista!!!
sumber agung pushandaka
Kamis, 12 Januari 2012
ARTI ULTRAS SECARA HARIFAH
Dalam bahasa Inggris, kita mengenal bentuk terikat ‘ultra’, artinya adalah ‘teramat sangat’. Ultra juga merupakan nomina, yakni ‘sesuatu yang teramat sangat’. Bentuk jamaknya adalah ultras.
Baik di Amerika maupun Eropa, istilah ultra atau ultras erat kaitannya dengan dunia politik. Kelompok garis keras, itulah kira-kira makna ultras dalam ranah politik. Pertentangan ideologi tersebut merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, termasuk ke cabang olah raga terpopuler sejagat, sepak bola.
Ultras dalam konteks sepak bola dimaknai sebagai kelompok suporter garis keras yang sangat fanatik membela timnya. Ultras terdengar ‘nyaring’ pengaruhnya di Italia. Di Negeri Piza tersebut banyak bermunculan sejumlah kelompok suporter fanatik. Kehadirannya dapat dilihat secara kasat mata melalui pakaian dan pernak-pernik yang dikenakan, yang semua berciri khas klub yang dibela.
Di stadion, ultras biasanya menguasai tribun tertentu, meneriakkan yel-yel tanpa henti sepanjang pertandingan, menabuh drum, menyalakan kembang api, dan sebagainya. Sebut saja Fossa de Leoni (suporter garis keras AC Milan), The Boys (Internazionale), Viola Club Viesseux Fiorentina (AC Fiorentina), Granata Ultras Torino (Torino), atau Commando Ultras Curva Sud (AS Roma).
Terjadi saling klaim di antara kelompok-kelompok tersebut soal siapa yang lebih dulu lahir. Namun, satu hal yang patut diperhatikan, istilah ultras itu sendiri menurut berbagai sumber berawal dari kota Genova (Genoa). Adalah kelompok pendukung klub Sampdoria yang pertama kali menggunakan kata ultras sebagai nama diri, yakni Ultras Tito Cucchiaroni.
Kelompok ini lahir pada tahun 1968. Tito Cucchiaroni adalah pemain pilar Sampdoria asal Argentina pada masa itu. Kelompok ini mengambil nama ultras dari bahasa pergaulan anak-anak muda setempat. Di mana pun, lazimnya anak muda, para ABG, memiliki bahasa mereka sendiri. Secara kreatif anak-anak muda itu menciptakan istilah-istilah tertentu yang kadang hanya dapat dipahami oleh kelompok mereka sendiri.
Istilah ultras yang bagi kebanyakan orang diasosiasikan sebagai aliran politik, oleh sekelompok anak muda di kota Genova dijadikan akronim dari Uniti Legneremo Tutti i Rossoblu A Sangue. Kalimat ini tersebar di sejumlah tembok di setiap sudut kota Genova. Arti harfiahnya kira-kira ‘Satuan Pemukul Biru Merah Darah’.
Biru merah darah (sangue rossoblu) adalah warna kostum Genoa, klub sekota Sampdoria. Sebagai mana biasanya dua tim dalam satu kota, Sampdoria dan Genoa mengusung rivalitas ekstrem. Sejak saat itulah istilah ultras merambah dalam dunia sepak bola.
Sumber : Andong Begawan
Baik di Amerika maupun Eropa, istilah ultra atau ultras erat kaitannya dengan dunia politik. Kelompok garis keras, itulah kira-kira makna ultras dalam ranah politik. Pertentangan ideologi tersebut merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat, termasuk ke cabang olah raga terpopuler sejagat, sepak bola.
Ultras dalam konteks sepak bola dimaknai sebagai kelompok suporter garis keras yang sangat fanatik membela timnya. Ultras terdengar ‘nyaring’ pengaruhnya di Italia. Di Negeri Piza tersebut banyak bermunculan sejumlah kelompok suporter fanatik. Kehadirannya dapat dilihat secara kasat mata melalui pakaian dan pernak-pernik yang dikenakan, yang semua berciri khas klub yang dibela.
Di stadion, ultras biasanya menguasai tribun tertentu, meneriakkan yel-yel tanpa henti sepanjang pertandingan, menabuh drum, menyalakan kembang api, dan sebagainya. Sebut saja Fossa de Leoni (suporter garis keras AC Milan), The Boys (Internazionale), Viola Club Viesseux Fiorentina (AC Fiorentina), Granata Ultras Torino (Torino), atau Commando Ultras Curva Sud (AS Roma).
Terjadi saling klaim di antara kelompok-kelompok tersebut soal siapa yang lebih dulu lahir. Namun, satu hal yang patut diperhatikan, istilah ultras itu sendiri menurut berbagai sumber berawal dari kota Genova (Genoa). Adalah kelompok pendukung klub Sampdoria yang pertama kali menggunakan kata ultras sebagai nama diri, yakni Ultras Tito Cucchiaroni.
Kelompok ini lahir pada tahun 1968. Tito Cucchiaroni adalah pemain pilar Sampdoria asal Argentina pada masa itu. Kelompok ini mengambil nama ultras dari bahasa pergaulan anak-anak muda setempat. Di mana pun, lazimnya anak muda, para ABG, memiliki bahasa mereka sendiri. Secara kreatif anak-anak muda itu menciptakan istilah-istilah tertentu yang kadang hanya dapat dipahami oleh kelompok mereka sendiri.
Istilah ultras yang bagi kebanyakan orang diasosiasikan sebagai aliran politik, oleh sekelompok anak muda di kota Genova dijadikan akronim dari Uniti Legneremo Tutti i Rossoblu A Sangue. Kalimat ini tersebar di sejumlah tembok di setiap sudut kota Genova. Arti harfiahnya kira-kira ‘Satuan Pemukul Biru Merah Darah’.
Biru merah darah (sangue rossoblu) adalah warna kostum Genoa, klub sekota Sampdoria. Sebagai mana biasanya dua tim dalam satu kota, Sampdoria dan Genoa mengusung rivalitas ekstrem. Sejak saat itulah istilah ultras merambah dalam dunia sepak bola.
Sumber : Andong Begawan
CORI-CORI CURVA NORD
1. INTER DEVI VINCERE
Ora, Tutta Quanta La (Sekarang, bahkan seluruh)
Curva, Cantera' Per Te (Curva, bernyanyi untuk kalian)
Inter, Devi Vincere (INTER, kalian menang)
Inter, Devi Vincere (INTER, kali......an menang)
2. NON VI LASCEREMO MAI
Forza Ragazzi Non Vi Lasceremo Mai (Kami tak akan meninggalkanmu)
Forza Ragazzi Non Vi Lasceremo Mai (Kami tak akan meninggalkanmu)
Forza Ragazzi Non Vi Lasceremo Mai (Kami tak akan meninggalkanmu)
La Nord E' Qui Con Voooi (Utara selalu denganmu)
Forza Forza Forza Forza Inter (hidup hidup hidup hidup inter)
Forza Forza Forza Forza Inter (hidup hidup hidup hidup inter)
Forza Forza Forza Forza Inter (hidup hidup hidup hidup inter)
La Nord E' Qui Con Voooi (Utara selalu denganmu)
3.CHI NO SIAMO
La Gente Vuol Sapere (Orang Ingin tahu)
Chi Noi Siamo? (Chino Siamo?) (Siapa kami?)
Glielo Diciamo (Glielo Diciamo) (Kami akan mengatakan)
Chi Noi Siamo? (Chino Siamo?) (Siapa kami?)
Siamo L'armata Nerazzurra (Kami adalah Pasukan Biru Hitam)
E Mai Nessun Ci Fermera' (Dan kami takkan berhenti)
Noi Saremo Sempre Qua (Kami akan selalu disini)
Quando L'inter Giochera' (Ketika INTER bermain)
Perche' L'inter E' La Squadra Degli Ultra' (Itulah kenpa kami menjadi ULTRAS INTER)
Nerazzurro E' Il Colore Che Amiamo (Untuk INTER dan orang-orang yang kami cintai)
Nerazzurro Sei Tutto Per Noi (INTER adalah segalanya bagi kami)
A San Siro, In Italia, In Europa Sei (Di San Siro, Italia dan Eropa)
La Fede Di Noi Tuoi Ultras (Itulah kenapa kami menjadi pendukung setia)
Lalalallalalalalala.....
4. SEMPRE CON VOI
Siamo Sempre Con Voi (Kami selalu denganmu)
Siamo Sempre Con Voi (Kami selalu denganmu)
Siamo Sempre Con Voi (Kami selalu denganmu)
Non Vi Lasceremo Mai (Takkan pernah meninggalkanmu)
Forza INTER E-Eh (hidup inter E-Eh)
Forza INTER O-O (hidup inter O-Oh)
Forza INTER E-Eh (hidup Inter E-Eh)
Forza INTER Ale Ale (hidup inter Ale ALe)
5. INTER TERITORY MILAN –ldinyanyikan saat derby
Siamo Noi.. Siamo Noi...
(Kami adalah... Kami adalah...)
Inter Teritory Milan Siamo Noi... (Milan wilayah kami,INTER)
6. INTER TERITORY ITALY –Jika Inter main di Italia
Siamo Noi.. Siamo Noi...
(Kami adalah... Kami adalah...)
Inter Teritory Italy Siamo Noi... (Italia wilayah kami,INTER)
7. INTER TERITORY EUROPA –jika Inter main di Eropa
Siamo Noi.. Siamo Noi...
(Kami adalah... Kami adalah...)
Inter Teritory Europa Siamo Noi... (Eropa wilayah kami,INTER)
8. VINCERE –satu orang teriak bait pertama, yang lain ikuti bait kedua, ulang 3kali-
Uno, Due, Tre! (Satu, dua, tiga!)
VINCERE!
(Menang!)
Lalu lanjut lirik berikut
INTER! INTER! INTER!
Ole... Ole Ole Ole... Inter... Inter...
Ole... Ole Ole Ole... Inter... Inter...
9. CHI NON SALTA ROSSONERRO / JUVENTINI
Chi Non Salta Rossonerro / Juventino
10. O MIA BELA MADUNINA (di nyanyikan saat derby)
O MIA BELA MADUNINA CHE TE BRILET DE LUNTAN TUTA D'ORO E PISCININA TI TE DOMINET MILAN SOT A TI SE VIV LA VITA SE STA MAI CUI MAN IN MAN CANTEN TUCH LUNTAN DE NAPULI SE MOEUR MA POI VEGNEN CHI A MILAN TERUN!!
Ora, Tutta Quanta La (Sekarang, bahkan seluruh)
Curva, Cantera' Per Te (Curva, bernyanyi untuk kalian)
Inter, Devi Vincere (INTER, kalian menang)
Inter, Devi Vincere (INTER, kali......an menang)
2. NON VI LASCEREMO MAI
Forza Ragazzi Non Vi Lasceremo Mai (Kami tak akan meninggalkanmu)
Forza Ragazzi Non Vi Lasceremo Mai (Kami tak akan meninggalkanmu)
Forza Ragazzi Non Vi Lasceremo Mai (Kami tak akan meninggalkanmu)
La Nord E' Qui Con Voooi (Utara selalu denganmu)
Forza Forza Forza Forza Inter (hidup hidup hidup hidup inter)
Forza Forza Forza Forza Inter (hidup hidup hidup hidup inter)
Forza Forza Forza Forza Inter (hidup hidup hidup hidup inter)
La Nord E' Qui Con Voooi (Utara selalu denganmu)
3.CHI NO SIAMO
La Gente Vuol Sapere (Orang Ingin tahu)
Chi Noi Siamo? (Chino Siamo?) (Siapa kami?)
Glielo Diciamo (Glielo Diciamo) (Kami akan mengatakan)
Chi Noi Siamo? (Chino Siamo?) (Siapa kami?)
Siamo L'armata Nerazzurra (Kami adalah Pasukan Biru Hitam)
E Mai Nessun Ci Fermera' (Dan kami takkan berhenti)
Noi Saremo Sempre Qua (Kami akan selalu disini)
Quando L'inter Giochera' (Ketika INTER bermain)
Perche' L'inter E' La Squadra Degli Ultra' (Itulah kenpa kami menjadi ULTRAS INTER)
Nerazzurro E' Il Colore Che Amiamo (Untuk INTER dan orang-orang yang kami cintai)
Nerazzurro Sei Tutto Per Noi (INTER adalah segalanya bagi kami)
A San Siro, In Italia, In Europa Sei (Di San Siro, Italia dan Eropa)
La Fede Di Noi Tuoi Ultras (Itulah kenapa kami menjadi pendukung setia)
Lalalallalalalalala.....
4. SEMPRE CON VOI
Siamo Sempre Con Voi (Kami selalu denganmu)
Siamo Sempre Con Voi (Kami selalu denganmu)
Siamo Sempre Con Voi (Kami selalu denganmu)
Non Vi Lasceremo Mai (Takkan pernah meninggalkanmu)
Forza INTER E-Eh (hidup inter E-Eh)
Forza INTER O-O (hidup inter O-Oh)
Forza INTER E-Eh (hidup Inter E-Eh)
Forza INTER Ale Ale (hidup inter Ale ALe)
5. INTER TERITORY MILAN –ldinyanyikan saat derby
Siamo Noi.. Siamo Noi...
(Kami adalah... Kami adalah...)
Inter Teritory Milan Siamo Noi... (Milan wilayah kami,INTER)
6. INTER TERITORY ITALY –Jika Inter main di Italia
Siamo Noi.. Siamo Noi...
(Kami adalah... Kami adalah...)
Inter Teritory Italy Siamo Noi... (Italia wilayah kami,INTER)
7. INTER TERITORY EUROPA –jika Inter main di Eropa
Siamo Noi.. Siamo Noi...
(Kami adalah... Kami adalah...)
Inter Teritory Europa Siamo Noi... (Eropa wilayah kami,INTER)
8. VINCERE –satu orang teriak bait pertama, yang lain ikuti bait kedua, ulang 3kali-
Uno, Due, Tre! (Satu, dua, tiga!)
VINCERE!
(Menang!)
Lalu lanjut lirik berikut
INTER! INTER! INTER!
Ole... Ole Ole Ole... Inter... Inter...
Ole... Ole Ole Ole... Inter... Inter...
9. CHI NON SALTA ROSSONERRO / JUVENTINI
Chi Non Salta Rossonerro / Juventino
10. O MIA BELA MADUNINA (di nyanyikan saat derby)
O MIA BELA MADUNINA CHE TE BRILET DE LUNTAN TUTA D'ORO E PISCININA TI TE DOMINET MILAN SOT A TI SE VIV LA VITA SE STA MAI CUI MAN IN MAN CANTEN TUCH LUNTAN DE NAPULI SE MOEUR MA POI VEGNEN CHI A MILAN TERUN!!
Langganan:
Postingan (Atom)